Di kalangan industri kelapa sawit keadaan ini menimbulkan overhead cost yang membengkak dan kebalikannya omzet penjualan menurun. Bahkan tidak sedikit para praktisi sawit melakukan penghematan terhadap biaya tersebut. Biaya pemupukan misalnya, biaya ini menduduki porsi yang cukup besar sekitar 65-75 % dari biaya pemeliharaan kebun per hektar sehingga praktisi sawit berusaha untuk menghemat terhadap biaya pemupukan ini. Namun terhadap perusahan sawit yang “care” terhadap kesehatan dan kesuburan lahannya berusaha untuk mencoba berfikir “smart” guna melakukan tindakan minimalis terhadap kesuburan tanah & tanamannya secara strategis melalui usaha menuntaskan dan mengolah bahan organik berupa kompos tandan kosong kelapa sawit (TKKS) secara maksimal serta mengaplikasikan ke lahan perkebunan secara “full coverage area”. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah memang sangat strategis terutama dikaitkan dengan keinginan perusahan yang hendak mengurangi biaya pemupukan ini.
Memilih Dekomposer yang Berkualitas… Langkah yang Strategis
Membuang TKKS segar ke kebun kelapa sawit dengan maksud menjaga kesuburan dan kesehatan lahan bukanlah hal yang bijaksana. Karena selain dosisnya besar sekitar 60 ton per hektar (Mayun, 2010), juga dapat mengundang hama Orytes yang bersarang di tumpukan TKKS tersebut.
Perlu diketahui bahan organik segar seperti TKKS yang tidak diolah memerlukan waktu yang relatif lama (sekitar 6 bulan) untuk mengalami dekomposisi menjadi kompos. Pada saat ditumpuk di lahan, TKKS akan terurai akibat aktifitas mikroba pengurai menjadi gas CO2 dan energi panas. Energy panas yang dihasilkan bisa menyebabkan tanaman sawit mati karena kepanasan.
Untuk itulah maka sebelum TKKS dibuang ke lapangan sebaiknya diproses dahulu menjadi kompos dengan menggunakan dekomposer yang sudah banyak tersedia di pasar.
Dalam proses pengomposan janjang kosong (TKKS) kelapa sawit sampai menjadi kompos matang yang siap diaplikasikan di lapangan, ada 2 (dua) faktor kunci yang harus diperhatikan yaitu (1) kelembaban (kadar air) tumpukan TKKS dan (2) ketersediaan udara dalam tumpukan.
Dalam prakteknya, penggunaan dekomposer dalam komposting TKKS haruslah mudah, cepat dan murah. Kemudahan aplikasi dekomposer ditunjukkan dimana tidak memerlukan ketrampilan khusus artinya semua orang bisa melakukan bahkan dapat dilakukan di seluruh afdeling kebun.
Dekomposer yang baik juga harus cepat dalam mendekomposisi TKKS, dimana proses pengomposan harus singkat misalnya maksimal 7 (tujuh) minggu bahkan bisa di bawah itu apabila faktor kadar air/kelembaban dan udara terjaga.
Dekomposer yang baik juga harus cukup murah yaitu tidak memerlukan peralatan mahal sebagaimana lazimnya proses pengomposan TKKS kelapa sawit. Bahkan harus dicari dekomposer yang dapat menghemat tenaga kerja dimana TKKS segar yang baru keluar dari proses pabrik dengan kadar air 60-70% dapat langsung dikomposkan tanpa perlu penyiraman atau cukup dilakukan penyiraman sekali saja selama proses pengomposan.
Dengan pengomposan TKKS maka banyak manfaat yang dapat diperoleh antara lain coverage area akan semakin luas dan kompos yang dihasilkan mampu memberikan perbaikan terhadap sifat fisik, kimia dan biologis tanah serta secara langsung akan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah (KTK) sehingga penggunaan pupuk akan menjadi lebih efisien.
BERSAMBUNG KEBAGIAN KEDUA:
APA YANG TERJADI KETIKA KOMPOS DIAPLIKASIKAN DI LAHAN PERKEBUNAN